saw. mendidik para sahabatnya agar memiliki ketulusan hati dan sikap terbuka,
tidak banyak berkelit atau menutup-nutupi diri agar tampak baik, tidak munafik
juga tidak sarat dusta, namun benar-benar tampil terbuka dengan hati yang
tulus.
Konon,
anak-anak
pasir terbiasa hidup dengan keterbukaan.
Dalam hadits
riwayat Bukhari Muslim, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah seraya berkata,
“Celaka diriku, wahai Rasulullah!”
“Apa yang
membuatmu celaka?” tanya Rasulullah.
“Aku
bersebadan dengan istriku, padahal aku berpuasa (di Bulan Ramadhan.”
“Kamu
harus memerdekakan seorang hamba sahaya!”
“Aku tidak
punya apapun kecuali diriku sendiri.” Jawab laki-laki itu dengan tulus dan
terbuka.
“Kalau
begitu, berpuasalah dua bulan berturut-turut !”
“Kalau hanya
sehari saja aku tidak mampu menahan hasratku terhadap istriku, lantas bagaimana
mungkin aku bisa menahan (berpuasa) selama dua bulan berturut-turut?”
“Jika
begitu, beri makan enam puluh orang miskin !”
“Adakah orang
yang lebih miskin dariku.”
“Duduklah
!” kata Rasulullah seraya beranjak dari tempat duduknya. Kemudian beliau
kembali kepada laki-laki itu dengan membawa satu tandan kurma, “Ambillah
kurma ini, dan bagikan kepada para fakir miskin di Madinah!”
“Adakah orang
yang lebih miskin dari padaku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada satu
orang pun di setiap pelosok Madinah yang lebih miskin dariku.”
“Jika
begitu, ambillah (kurma ini) dan berikan kepada istrimu!”
Perhatikan,
bukankah ini keterbukaan dan ketulusan jiwa yang tanpa dibuat-buat?
Rasulullah
saw. sungguh telah mendidik para sahabatnya untuk berkata sesuai dengan apa
yang ada di hati mereka, dan beliau memastikan orang yang berbeda ucapannya
dengan perbuatannya sebagai orang munafik.
“Mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang
tidak ada dalam hatinya.” (Al-Fath [48] :
11)
Adapun orang
Mukmin, hati dan lidahnya selalu seiring sejalan.
Seorang pemuda
menghadap kepada Rasulullah saw. dan beliau berkata kepadanya; “Masuklah ke
dalam Agama Islam!”
“Aku mau
masuk Islam wahai Rasulullah, namun aku ingin meminta satu syarat…” pemuda itu
menjawab dengan terus terang.
“Apa
syarat itu?” tanya Nabi.
“Izinkan aku
berzina, karena aku tidak mampu menahan gelora ini.”
sahabat yang mendengarnya hampir saja menghajar pemuda ini, namun Nabi
mengatakan, “Biarkan ia berbicara!”
Seraya
meletakkan tangannya yang mulia dan penuh kasih sayang itu di atas dada si
pemuda, beliau berkata, “Apakah engkau rela jika hal yang sedemikian itu
menimpa pada ibumu?”
“Tidak!”
jawab pemuda itu.
“Apakah
engkau rela jika jika hal yang sedemikian itu terjadi pada saudara perempuanmu?”
“Tidak!”
“Apakah
engkau rela jika hal yang sedemikian itu anak perempuanmu?”
“Tidak!”
“Lalu kenapa
engkau rela hal yang tidak engkau sukai itu menimpa orang lain?”
Pemuda itupun
berkata, “Aku bersaksi, sesungguhnya engkau benar-benar utusan Allah. Aku ingin
bertaubat kepada Allah, , termasuk dari perbuatan zina.”
Inilah
pembinaan yang luar biasa, juga pelajaran yang mengagumkan lagi indah yang
pernah diajarkan Rasulullah saw. kepada kita.
Dikutip dari buku: 5 konsep Dasar dalam PendidikanSilakan download disini:http://www.box. net/shared/ x6bqggzshq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar